Weddeh…!! Gak nyangka si Kamel kini mulai merambah ke jagad politik, kesambet apaan lo mel ? Biasanya kan ngubek-ngubek software gratisan ama nyari-nyari tulisan yang berkaitan erat dengan bagaimana cara meraup dollar lewat internet. Hahahaha....
Hmm... tapi guys, bicara tentang Demokrasi kayaknya seru juga nih. Apalagi sistem politik yang satu ini memang begitu familiar gaungnya hingga dianut oleh sebagian besar negara di berbagai belahan benua. Mengapa ia begitu digemari ? Menurut Prof. DR Amien Rais dalam buku ”Demokrasi dan proses politik” ada tiga alasan mengenai hal itu (anda mungkin bisa menambahkan). Pertama, ia tidak saja merupakan bentuk vital dan terbaik pemerintahan yang diciptakan, tapi juga merupakan salah satu doktrin politik dengan cita-cita yang luhung untuk menyejahterakan masyarakat. Kedua, Demokrasi ternyata memiliki akar sejarah yang panjang, dalam literatur ilmiah, sistem politik ini dah ada pada zaman Yunani kuno, sehingga bisa dibilang demokrasi itu tahan bantingan zaman. Ketiga, Demokrasi dipandang sebagai suatu sistem yang alamiah dan manusiawi. Alamiah, karena secara natural kita adalah makhluk dengan berbagai pemikiran, keyakinan dan kepentingan yang berbeda maka dari itu sudah selazimnya manusia bermusyawarah dalam setiap perumusan kebijakan. Disebut manusiawi, karena dalam Demokrasi setiap manusia mendapatkan hak-hak yang sama, antar satu dengan yang lainnya.
Setiap negara modern menerima mutlak perlunya Demokrasi ditegakkan, jika suatu negara gagal menerjemahkan substansi Demokrasi dalam proses politik, negara itu tetap berusaha mengambil format Demokratik bagi pemerintahannya dan memberikan nama Demokrasi secara jelas meskipun diberi embel2 tambahan dibelakangnya. Aristoteles pernah membagi tiga sistem politik menjadi tiga bagian yang sama, Monarkhi, Oligarki dan Demokrasi, namun kemudian tripartisi itu dikritik oleh Gaetano Mosca, seorang sosio-politik asal italia, menurutnya justru Demokrasi harus lebih diutamakan ketimbang kedua sistem politik lainnya, sebab Demokrasi memberi jaminan pembelaan secara yuridis yang lebih efektif bagi warga dan dengan mudah akan menjadikannya sebagai bagian dari kelas yang memimpin. Selain itu UNESCO pernah melakukan serangkaian penelitian tentang sitem politik yang satu ini, dan hasilnya, nyaris tak ada satu pun orang yang menolak sistem ini.
Nah, untuk tanah air kita yang semakin hari nasibnya semakin menggenaskan, ane rasa emang cucok lah jika menganut sistem Demokrasi. Karena, secara gitu cuy! Indonesia itu merupakan negara kepulauan yang plural dan multikultural. Plural dalam prinsipil, azas dan keyakinan. Multikultural dalam budaya, suku bangsa dan juga golongan ras.
Oiya, selain itu setahu ane sistem Demokrasi Terpimpin kayaknya terdapat pada zaman orde lama, deh! Memang agak mirip dengan style otoriter-nya Soeharto, tapi Soekarno gak pernah memberangus orang dengan moncong senapan. Terlebih lagi waktu itu Soekarno hendak membuat perimbangan kekuatan atas massa PKI yang begitu revolusioner dan hegemoni Amerika serikat yang secara terselubung mulai masuk pengaruhnya ke negeri ini, selain juga terdapat kekacauan2 sosial ditengah masyarakat dan politik dalam tubuh parlementer sendiri. Bayangkan...!! Saat itu, dalam satu tahun kita bisa lima kali ganti perdana menteri beserta kabinetnya. Sedangkan masanya mbah Harto, secara konstitusi (di atas keras-red) mungkin masih bisa disebut Demokrasi, tapi realitanya memang cenderung Otoritarian gaya militer.
Benar kata Moderator kita yang suka makan lele ini, demokratisasi di Indonesia memang cenderung mengarah ke liberalisme gaya barat. Asumsi ane, ini karena hingga saat ini kita masih belum bisa merumuskan demokrasi semacam apa yang mesti diberlakukan ? Hasilnya selalu setengah-setengah! Ingin benar2 liberal ? Pasti menimbulkan pertentangan. Demokrasi terpimpin ? Nanti dikira penguasa yang haus akan kekuasaan. Demokrasi kerakyatan ? Nanti para investor asing bisa pada kabur karena sudah ada proteksi pemerintah terhadap kekayaan alam kita yang subur. Bingung kan ? Alexis de Tocqueville dalam bukunya De la democratie en Amerique menulis, bahwa dinamika perkembangan demokrasi di Amerika cenderung stabil, tidak terlalu anarkhi dan tidak pula mengarah pada despotisme. Asumsi ane, Ini karena Amerika benar2 memberlakukan demokrasi liberalnya secara menyeluruh. Tidak setengah2. Kalaupun terbentur masalah, esensi dari demokrasi yang mereka anut ini tidak tersingkirkan begitu saja. Berbeda halnya dengan kita, ingin meniru Amerika ? Apa daya tangan pun tak sampai. Jika terus begini yang ada malah Laisezz Faire (kondisi dimana tak tahu siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin), kepercayaan masyarakat terhadap para elit politik pun luntur. Maka tak ayal jika saat ini kita melihat kondisi masyarakat Indonesia yang cenderung tercerai berai. Ditambah Globalisasi, Kapitalisasi, Industrialisasi dan Neo-liberalisme ekonomi merusak beberapa tatanan struktur dalam masyarakat. Eksistensi manusia ditandai oleh kuantitas material (Marx), kesadaran kita sepenuhnya terintegrasi dalam modal (Saint-Simon) masyarakat pun bingung, kayak kumpulan semut yang ditiup angin. Buyar...!! Bentuk2 sosial yang didasarkan pada mekanisme gotong royong dan tolong menolong tandas berganti dengan bentuk perhubungan organik yang individualistis dan ditandai oleh kepemilikan materi (Durkheim) Sementara kita tidak bisa lagi berharap pada pertolongan pemerintah, mereka malah sibuk dengan urusan kekuasaan dan kepentingannya sendiri. Kalau sudah begini, struktur sosial kita yang sebenarnya mengidap stigmate (cacat) dan berpotensi membuat orang melakukan berbagai penyimpangan sosial yang dulu bahkan tak pernah singgah di telinga kita (Howard S Becker). Ada mutilasi, spesialisasi tindak kriminal, meningkatnya kasus bunuh diri, overdosis fanatisme primordial, termasuk maraknya pelem2 be-ep dengan menggunakan kamera handphone oleh generasi bangsa yang telah hilang rasa nasionalismenya. Kondisi ini dalam terminologinya durkheim disebut Anomie (Normless: tidak ada aturan/norma yang lekat mengontrol proses sosial masyarakat).
Terakhir, sebenarnya kita kembali lagi saja pada asas pokok reformasi. Re: kembali, formasi: aturan. Selain itu kalau menurut Vilfredo Pareto, harus ada yang namanya ”sirkulasi kalangan elit politik.” Mereka dah pada bau tanah, sudah tidak lagi dapat dipercaya (anda bisa lihat kan jumlah golput pada pemilu kemarin) kita yang muda, membawa sejuta pemikiran yang radikal demi kesejahteraan masyarakat mesti bangkit, siap kapanpun memimpin negeri ini, tak takut pada kekuatan2 besar yang bercokol dan mengeksploitasi masyarakat kita. Kita lawan mereka, berjuang sampai titik darah penghabisan. Kembali meluruskan apa yang seharusnya lempang.
Tapi, bisakah kita ?
Kalau kerjaannya cuma jalan2 pake motor kanzen butut dan bicara tentang konsep namun tak ada realisasinya! (kayak siapa tuh! Hehehe... ^_^)